SKRIP DRAMA "LA GIOCONDA (MONALISA)"
Penokohan
·
Bella................................................................................... Siswa
SMA
·
Anisa................................................................................... Siswa
SMA
·
Erni..................................................................................... Siswa
SMA
·
Leonardo Davinci............................................................... Seniman
Florence (sabar,
teguh,
bijaksana)
·
Lisa Gherardini................................................................... Istri
Francesco, mantan
kekasih
Leonardo (anggun,
bijaksana)
·
Francesco del Giocondo..................................................... Saudagar
Florence (tidak
ramah,
sok tahu, sinis)
·
Martha............................................................................... Pembantu
Leonardo (patuh)
·
Ralph.................................................................................. Murid
Leonardo (setia,
patuh,
penyayang)
La Gioconda (Monalisa)
Babak I
Pentas menggambarkan sebuah teras depan
gedung perpustakaan suatu SMA. Ketika itu pulang sekolah sekitar pukul tiga
sore. Di pinggir tembok terdapan bangku panjang dari semen. Di dekatnya
terdapat rak sepatu dan tas. Latar belakangnya adalah jendela-jendela gedung
perpustakaan.
Bella :(Sedang duduk di bangku semen
sambil bersandar di tembok perpustakaan sambil serius membaca buku tentang
ilmuwan)
Erni :Bella,
kamu sedang membaca buku apa, sih?
Bell, kamu enggak pulang, nih?
Bella :Oiiiii...
Erni! Ummm.. ini nih buku cerita tentang Monalisa, lagi klimaksnya, nih!
Erni :Monalisa? Monalisa, siapa sih?
Bella :For Godness sake! Kamu nggak tahu? Itu lho, lukisan
misterius Leonardo da Vinci! Seniman jenius dari Italia!
Erni :Oohh… ya, ya,
aku tahu! Bukankah itu masih menjadi misteri ya?
Bella :Iya, tapi di
buku ini cerita Monalisa direkayasa sesuai rekaan dan imajinasi penulisnya.
Erni :Idiihhh...
kok aku jadi penasaran, ya? Mau baca juga, dong!
Bella :Oke. Ini nih buku dari perpustakaan. Judulnya adalah Monalisa. Kamu kesini saja, kita membaca
bersama-sama, yuk!
Ermi :Waaah ayo, ayoo!
Bella dan Erni membaca bersama-sama sambil
bersandar di tembok gedung perpustakaan.
Babak II
Pentas
menggambarkan suasana senja di sebuah balkon terbuka dari batu-batu bergaya
Italia pada tahun 1519-an yang menghadap langsung Danau Vinci yang rimbun akan
pohon-pohon. Terdengar suara burung-burung, ranting-ranting, dan hembusan angin
senja. Di dekat pinggiran Balkon, sebuah kursi goyang kayu berukir dengan warna
cokelat tua yang disampingnya terdapat meja kecil serasi dengan kursi. Di atas
meja tersebut terdapat secangkir susu panas. Seorang lelaki tua duduk di kursi
itu sambil menatap senja.
Narator :Puluhan tahun silam, yang mana pada masa itu sebuah zaman
keemasan pembangunan di Eropa. Zaman Renaissance Italia yang banyak
mempengaruhi pemikiran orang-orang semasa itu. Menjadikan kaumnya menjadi
pemburu ilmu, penuh pemikiran, dan dibarengi semangat yang membuncah sehingga
menghasilkan banyak sekali karya yang mengagumkan.
Perlahan-lahan layar terbuka. Suara
burung-burung, ranting-ranting pohon, dan hembusan angin senja.
Narator :Suatu senja di Florence, Italia tahun 1518. Seorang
lelaki berumur 20-an duduk di kursi goyang balkon menghadap sang raja siang
yang hendak pergi ke peraduannya. Balkon
kamar tidurnya di lantai empat yang di bawahnya terhampar sawah gandum yang
menguning keemasan.
Leonardo :Matahari itu sepertiku kini…
(Tersenyum dan terus memandang langit senja tanpa berkedip) Masa lalu yang
membawaku ke sini. Seperti waktu yang mengantar matahari pulang ke peraduannya.
Bedanya, matahari akan terbit esok hari. Jika aku telah terbenam, aku tak akan
terbit kembali sesudahnya. (memejamkan mata sejenak)
Ralph :Sir… (Tiba-tiba masuk dan membungkuk ke hadapan Leonardo) Selamat
sore! Maafkan saya yang tiba-tiba masuk.
Leonardo :(Membuka mata perlahan) Sudahlah
Ralph, kau sudah aku anggap sebagai anakku sendiri. (Menghela nafas) Ambilah
kursi dan duduklah di sampingku, Ralph.
Ralph :Baik, Sir. (Pergi mengambil kursi, tidak lama kemudian kembali sambil meletakkan
kursi kayu berukir warna cokelat di samping kursi goyang)
Leonardo :Ralph, kau sudah lama sekali
menemaniku, kemanapun aku pergi. Kau sudah seperti anakku sendiri,
Ralph.
Ralph :Sir, begitu pula dengan saya. Saya telah menganggap Anda sebagai
guru terhebat, lebih dari itu saya akan terus mengabdi, Sir.
Leonardo :Kemarin aku memintamu untuk datang
kemari, bukan? Sebenarnya aku hanya ingin menyampaikan sesuatu kepadamu. Selagi
masih bisa.
Ralph :(Matanya berkaca-kaca) Apapun
yang Anda katakana nanti, Sir, saya
akan patuhi. Apapun itu! Jangan pernah tinggalkan saya, Sir. Saya tidak tahu lagi harus… harus… harus kemana…
Leonardo :Asalkan kau tahu, Ralph. Di Italia,
seorang seniman hebat tak hanya satu. Bukan hanya aku, Nak.
Ralph :Tidak, Sir, tidak! (Air matanya semakin deras) Di dunia ini, hanya Anda
yang saya banggakan. Tidak ada yang lain!
Leonardo :Ralph, aku tahu, aku tahu. Kau sudah
berpuluh tahun bersamaku. Tidak mudah untuk berpisah. Seperti halnya amplop
surat dan perangko. (Menepuk pundak Ralph)
Ralph :Sir, saya tidak punya siapa-siapa lagi. Maka saya mohon dengan
sangat, sangat, dan sangat. Saya mohon jangan tinggalkan saya… (Menatap
Leonardo sambil terisak)
Leonardo :Saya sudah tua, Nak. Saatnya Leonardo
da Vinci sang seniman tua ini pensiun. Saatnya pulang, sudah lelah
bermain-main dengan kehidupan ini, Nak. (Menggoncangkan bahu Ralph) Dengarkan
aku, Ralph. Dengarkan baik-baik, ingat-ingat, jangan sampai kau mengingkarinya,
sekarang dan nanti…
Ralph :Sir… sir… akan saya laksanakan apapun permintaan Anda…
(Terisak-isak)
Leonardo :Ralph, kau yang telah aku anggap
sebagai anakku sendiri, dan sebagai seorang laki-laki, janganlah kau meniru
kesalahanku yang lalu. Jangan menjadi laki-laki pengecut sepertiku. Apapun yang
kau mau, harus kau dapatkan. Apapun yang terjadi, jangan samai putus asa.
(Menghela nafas) Kau sebagai pemuda, Ralph, masih sangat kuat dan semangat.
Kejarlah cita-citamu walaupun tanpa aku. Kejarlah cintamu, jangan kau biarkan
ia pergi begitu saja dan kau pura-pura kuat dan rela padahal yang sebenarnya
kau ini lemah…
Ralph :(Terdiam dan memandang Leonardo
penuh tand tanya)
Leonardo :Cernalah apa yang aku katakan, Ralph.
Jangan mengulangi kesalahan sepertiku jika kau tak ingin menjadi orang tua
bodoh yang merindukan masa lalunya. Orang tua yang menjalani masa senjanya
dengan penuh penyesalan karena baying-bayang masa lalu.
Ralph :(mengangguk dan masih terdiam,
terpaku)
Leonardo :Ingat, Ralph, ingat! Penyesalan selalu
datang di akhir dan penyesalan itu tiada gunanya! (Menitikkan air mata)
Ralph :(Memegang erat tangan Leonardo,
turun dari kursi dan bersimpuh di hadapannya) Sir, seorang Leonardo da Vinci akan terus bersinar. Namanya akan
terus berkibar sebagai seniman hebat. Tiada kesalahan yang berarti bagimu, yang
harus disesali di usia senjamu, Sir.
Betapa indahnya senja ini dengan prestasi-prestasi yang telah membanggakan
dunia seni yang telah kau torehkan sepanjang sejarah.
Leonardo :Seorang seniman bukanlah matahari, ia
akan kehilangan cahayanya. (Menatap langit yang menghitam) Ralph, lihatlah
langit itu. (Menunjuk langit) Apa warnanya?
Ralph :Ya, Sir. Umm… hitam, gelap…
Leonardo :Ya! Seperti itulah cinta. Ketika
matahari pergi, langit pun menjadi gelap. Tapi tidak semuanya hitam, Ralph.
Lihat yang disana! (Tangannya menunjuk ke langit)
Ralph :Tetap saja gelap, Sir.
Leonardo :Lihatlah baik-baik, Nak! Disana ada
semburat jingga kemerah-merahan. (Tersenyum) Itulah cinta. Ketika cinta itu
pergi, tidak seluruhnya hilang begitu saja. Tentu saja, tantu! Masih ada bekas
yang tertingal disini. (Meletakkan kedua tangan di dada) Semua masih tersimpan
rapi di memori otak ini.
Ralph :Sir, Sir… bisakah Anda kisahkan
kepada saya sehingga nantinya saya bisa mengambil pelajaran dari kisah itu?
Leonardo :(Mengangguk) Tentu, tentu saja!
(Tersenyum)
Perlahan-lahan lampu meredup dan gorden panggung tertutup.
Babak III
Pentas
menggambarkan sebuah ruang tamuklasik bergaya Italia tahun 1503. Di
langit-langit tergantung lampu dari Kristal-kristal klasik yang besar. Di
tengahnya terdapat meja dan kursi eropa klasik.di dekatnya terdapat perapian
dari keramik yang berukir. Sepanjang
dindingnya terdapat lukisan-lukisan aliran High Renaissance yang dibuat
Leonardo da Vinci.
Francesco :Oooh…
ohh… inilah sarang seniman hebat kita! Dari dulu sekali, aku tak ragu kalau
bakatmu benar-benar mengagumkan. Baik sekali Jesus memberkati bakat luar biasa
ini kepada salah seorang anggota dari Priory
of Sion. Betapa Maha Baiknya Jesus. (Tersnyum sinis dengan maksud menyindir,
tangan kanannya membawa cerutu besar sedangkan tangan kiri membawa tongkat kayu
hitam mengkilap)
Leonardo :Selamat
datang dan selamat pagi, Mister Francesco.
Terimakasih atas pujiannya. Bagaimana kabar bisnismu, Sir? Ku dengar, kau mulai menempati posisi atas sebagai saudagar
terkaya di Florence. (Menyilakan duduk sambil tersenyum tulus) Silakan duduk, Sir. Wine,
susu, atau cokelat hangat?
Francesco :Tidak
perlu repot-repot, Seniman! Aku tahu kata-kataku tadi membuatmu tak enak hati.
Leonardo :Sudahlah,
katakana saja. Pilih yang mana, Sir?
Francesco :Cokelat
hangat. Sebenarnya wine mantap sekali rasanya, tapi aku tak ingin mabuk di tempat ini, bisa-bisa aku
merusak semua karya maha agungmu. Hahahah… (Tertawa keras)
Leonardo :Baiklah.
(Memanggil Martha) Martha! Martha!
Martha :(Datang
tergopoh-gopoh) Maaf, Sir. Saya
sedang memasak di dapur. Ada apa memanggil saya, Sir?
Leonardo :Saya
kedatangan tamu terhormat. Tolong buatkan dua cangkir cokelat hangat, jangan
lama.
Martha :Baik,
Sir. Baik! Permisi. (Pergi ke dapur)
Francesco :(Melihat-lihat
lukisan di dinding ruang tamu) Wah, wah, wah, ternyata kau mengidolakan Santo
Yohanes Pembaptis ya! Apa kau begitu mengidolakan posenya dengan tangan yang
sedang menunjuk ke langit? Hmmm...
Leonardo :Hahaha...
itu hanya untuk menunjukkan kegagahannya. (Tersenyum lebar)
Francesco :Ah
ya! Bahkan Santo itu mengalahkan kecintaanmu kepada Jesus dan Bunda Maria yang
mungkin lupa untuk kau lukis, Sir?
Leonardo :Sir, jangan salah paham. Saya melukis
Jamuan Terakhir di gereja Santa Maria di Milan, dimana saya bangga melukiskan
Jesus sebagai Putra Allah.
Francesco :Kau
tidak akan mengelak lagi, Mister
Leonardo di Ser Piero! Akui sajalah! Siapa kau ini kalau kau memang bukan
pengecut, Sir! Aku tahu kau memang
seorang jenius, tapi jangan sampai kau gunakan kejeniusanmu itu untuk durhaka
kepada Tuhan! (Menghardik)
Lisa :(Masuk
dan melerai) Suamiku, sudahlah. Tidak baik membuat keributan di rumah orang.
Francesco :Maafkan
aku, Sayangku. Aku terbawa emosi. (Duduk) Mister
Leonardo, kenalkan dia isteriku, Lisa Gherardini. Dialah alasanku untuk
datang kemari, aku ingin menghadiahkan poteret dirinya sebagai hadiah ulang
tahunnya yang keduapuluhsatu. Aku dengar, Leonardo da Vinci adalah seniman
agung di Florence, makadari itu aku memilihmu untuk melukis isteriku. Aku tahu
kejeniusan bakatmu, makanya aku tak mau kecewa.
Lisa :Selamat
pagi, Mister Leonardo. Senang bertemu
dengan Anda.
Francesco :Baiklah,
baiklah. Kedatanganku bersama isteriku hari ini hanyalah untuk membuat janji
denganmu kapan kau akan mulai melukis isteriku. Bagaimana kalau mulai besok, Mister? Apakah Anda bersedia?
Leonardo :Mendadak
sekali. Tapi, baiklah. Ya, ya mulai besok datanglah kemari.
Francesco :Sebenarnya
besok aku harus pergi ke luar kota. Tapi baiklah, aku percayakan semuanya
kepadamu. Besok akan ada kusirku yang
akan mengantar istriku kesini.
Perlahan-lahan lampu meredup dan gorden panggung tertutup.
Babak IV
Pentas
menggambarkan sebuah Balkon yang cukup luas. Terdapat peralatan melukis yang
berjejer di lantai. Kanvas berukuran sekitar satu meter terpasang pada penyangganya.
Di dekatnya terdapat kursi makan kayu sederhana. Latar belakangnya aalah balkon
yang menghdap sebuah danau dengan pohon-pohon.
Terdengar
Suara burung-burung pipit dan alunan musik klasik tahun 1503-an.
Lisa :Selamat
pagi, Mister Leonardo (Membungkukkan
badannya, memberi hormat)
Leonardo :(Duduk
menghadap kanvas) Oh, oh, apakah Anda datang tanpa kusir, Madam? (Tersentek
kaget)
Lisa :Maaf,
mengagetkanmu, Leonard. (Tersenyum)
Leonardo :Tidak
apa-apa Madam Lisa del Giocondo. Saya
sedang memikirkan konsep melukis. Saya rasa di sini tempat yang cocok sebagai
latar belakang lukisan. Danau Vinci terlihat sangat biru di pagi hari. Silakan
duduk dulu. Mau minum apa, cokelat hangat, susu, atau wine?
Lisa :Hihihi…
kau ini seniman atau seorang bartender,
Sir? (Tertawa kecil) Sudahlah
Leonard, kau jangan kaku seperti itu kepadaku. Panggil saja Lisa Gherardini
saja. Hmmm… ternyata, sampai sekarang pun kau masih sama. Sama seperti dulu.
Bedanya, aku seperti orang asing di matamu, Leonard.
Leonardo :Maaf,
aku tidak bermaksud kaku kepadamu, Madam.
Tapi saya ingin menghormati suami Anda.
Lisa :Mister Francesco del Giocondo tak di
sini, tak perlu kau hormat kepadanya. (Berjalan menyusuri balkon, tangannya
meraba sepanjang tembok balkon) Apa kau tahu? Aku masih sangat hafal lekukan
tiap sudut rumah ini. Termasuk balkon yang satu ini, menghadap danau Vinci.
Akan indah sekali jika hari sudah senja. (Tersenyum sambil menatap langit,
kepalanya sedikit mendongak ke atas) Baiklah, segeralah kau membuat gambar
diriku di kanvasmu dengan goresan kuas dan catmu itu, Tuan Seniman. (Duduk
berhadapan dengan Leonardo, membelakangi pemandangan Danau) Beginikah pose yang
bagus? (Melipat kedua tangannya di pangkuan)
Leonardo :Umm…
ya, ya Anda terlihat begitu anggun, Madam.
Tersenyumlah sedikit, tapi jangan dipaksa. (Mengangguk) Nah, begitu. Tetap diam
pada posisi itu dan jangan bergerak. (Tersenyum, kemudian mulai melukis dengan
serius)
Pentas menggambarkan
suasana ketika langit telah berubah menjadi jingga, matahari telah separuh
terbenam. Suara-suara serangga mulai berbunyi. Terdengar suara hembusan angin
sore yang meniup pohon-pohon dan
menimbulkan bunyi gesekan ranting dan dedaunan.
Lisa :(Mendekap
tubuhnya sendiri) Uhhh... dingin sekali angin disini, begitu kencang menerpa.
(Rambutnya berkibar-kibar diterpa angin, sedikit menggigil) Bisakah kita
lanjutkan dilain hari, hai tukang lukis?
Leonard :Ya,
senja disini begitu dingin. Apa perlu aku ambilkan mantel untukmu atau selimut
dan semacamnya? (Beranjak dari kursi dan mendekati Lisa)
Lisa :Tidak
perlu, kita lanjutkan saja dilain hari. Hari sudah sore, aku harus segera
pulang.
Leonard :Tentu,
tentu, tentu. Mister Francesco pasti telah lama menunggumu. Jangan pernah
membuat suamimu khawatir. Mari saya antar ke kusirmu.
Lisa :Tidak
perlu. Kebiasaan burukmu adalah membiarkan peralatan lukismu berantakan dan
meninggalkannya begitu saja. Rapikan segera, jangan biarkan angin merusak
kpotretku di kanvasmu, Leonard. Sampai jumpa esok. Selamat petang!
Leonard :Lisa....
Lisa :Ah
ya, Leonard, jangan pernah membohongi diri sendiri jika kau tak ingin menyakiti
hatimu sendiri. Aku tahu, aku tahu itu. Ahh... kenapa aku memikirkan masa lalu
itu lagi. Tidak, tidak! Leonard, kau harus bahagia dengan apa yang telah kau
punya. Hidupmu itu pilihanmu. God Blesses
you!
Leonard :Oh,
tentu, tentu. Tentu saja. Pasti!
Leonardo Berbicara
berdiri di pinggir balkon sambil menatap jauh ke langit jingga, merasakan
hembusan angin sore. Rambutnya diterpa angin, berantakan.
Leonardo :(Berbicara
pada dirinya sendiri) Masa lalu hanyalah menjadi bayang-bayang yang semakin
kabur. Biarlah aku menipu diriku sendiri, lagipula kau takkan pernah tau.
Takkan pernah kau rasakan betapa ngilunya hati ini melihatmu bersama yang lain,
sedangkan aku tak bisa bersama siapa pun. (Menundukkan wajahnya, sambil
terisak)
Mengalun suara
instrumen lagu sendu.
Leonardo :(Berbicara
pada dirinya sendiri) Walaupun aku tahu itu bukan inginmu. (Mendongak ke langit
dengan wajah sendu yang berlumuran air mata) Lisa Gherardini nama yang tak
asing di telingaku. Bukan itu, bukan itu! Dia adalah Lisa del Giocondo. Ya, ya!
Tanpa kau minta pun, akan ku selesaikan sepenuh hati lukisan potret dirimu.
Kujadikan refleksi hatiku, sepenuhnya. Akan ku goreskan kuas-kuasku penuh emosi
hatiku yang sendu. Lisaa.... Monna*
Lisa, pergilah. Pergilah dari hidupku. (Menangis tersedu-sedu)
Lampu pentas
meredup perlahan-lahan lalu gelap. Layar pun perlahan-lahan menutup.
Babak V
Pentas
menggambarkan sebuah teras depan gedung perpustakaan suatu SMA. Di pinggir
tembok terdapan bangku panjang dari semen. Di dekatnya terdapat rak sepatu dan
tas. Latar belakangnya adalah jendela-jendela gedung perpustakaan.
Bella dan
Erni tengah duduk bersama di bangkupanjang dari semen, menutup buku yang telah
selesai dibaca.
Bella :Waaaaw...
It’s so awesom story! (Menghela nafas
puas)
Erni :Hmm...
aku tidak menyangka jika seorang seniman yang jenius seperti Leonardo da Vinci
pun pernah merasakan kegalauan dan patah
hati.
Bella :Benar!
Itu artinya, wajar kalau kita anak SMA yang sering gelisah dan gundah gulana
gara-gara pacar. Hahaha… (Tertawa keras)
Erni :Ssssstttt!
Jangan tertawa terlalu keras! Kau ini mengganggu teman-teman di perpus yang
sedang membaca tau!
Anisa datang sambil
bersenandung kecil. Tangan kirinya membawa tas, sedangkan tangan kanannya
membawa kunci motor.
Anisa :Eh,
ada Bella dan Erni. Kalian lagi ngapain?
Kok, enggak pada balik, sih? Pulang bareng, yuk sudah sore lho!
Bella & Erni :(Saling
berpandangan) Oke, ayo pulang!
(Berdiri dan mengambil tas masing-masing di rak tas samping mereka)
Erni :Kamu
naik motor, kan?
Anisa :Iya,
kok. Ayoo!
Bella, Erni, dan Anisa
berjalan bersama sambil bernyanyi-nyanyi kecil melewati ruang perpustakaan
menuju ke tempat parkir motor.
Perlahan-lahan lampu
pentas meredup, dan layar perlahan menutup.
*Monna : Nyonyaku (Italia)
Selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar